Antum

Mendengar kata "Antum" saya tidak akan berhenti-hentinya untuk cengar-cengir karena ini mengingatkan saya pada pertemuan dengan seorang pemuda. Pemuda itu bernama Muhammad Faqih Abdul Aziz. Seorang pemuda yang tinggi dan hemat dalam mengeluarkan perkataan namun jangan salah sekali keluar kalimat anda akan melihat pancaran wibawanya. Sekali lagi saya masih tidak bisa menahan muka yang cenderung ngempet malu untuk menceritakan ini semua. Tapi yasudahlah dari pada menjadi cerita yang dipendam sendiri lebih baik dituangkan mumpung memori masih dapat mengingatnya. 

Cerita "Antum" ini bermula ketika saya masih menjadi seorang maba. Menjadi maba salah satu kampus di kota ini merupakan suatu hal yang bukan diimpikan dan bukan pula menjadi penyesalan. Tapi ada satu hal yang disesalkan yaitu tidak ada teman waktu SMA yang sejurusan sehingga saya merasa kesepian. Sebetulnya hal itu bisa diatasi dengan berkenalan, tapi saya orangnya malu dan tidak bisa basa-basi dengan orang baru sehingga sulit berbaur. Sungguh suatu kepribadian yang menyusahkan.

Sebetulnya di hari terakhir ospek kampus saya akhirnya mendapat beberapa kenalan. Tapi hanya ada satu orang yang benar-benar tidak membuat saya canggung. Namun memang nasib berkata lain karena waktu pemilihan kelas saya memilih kelas yang berbeda dengannya. Pikir saya yasudahlah mungkin ada beberapa kenalan lagi mungkin ya mungkin memilih kelas yang sama. Lalu setelah tanya sana-sini tidak ada satu pun orang yang saya kenal memilih kelas yang sama. Di fase inilah saya merasakan bagaimana puncak dari kesepian karena tidak memiliki informasi yang cukup mengenai siapa sih teman-teman dikelas kelak. 

Memang secara mandiri saya bisa mencari jadwal mata kuliah melalui laman website kampus. Sialnya memang jadwal yang seharusnya menjadi acuan malah masih dapat berubah-rubah. Sampai di saat ketika sudah mulai masuk kuliah, saya sempat salah dimana jadwal yang saya pegang ada jam masuk kelas pada pukul 09.00 WIB ternyata berganti menjadi pukul 07.30 WIB. Hal ini saya ketahui setelah diberitahu kenalan ketika tiba dikampus pada pukul 08.30 WIB. Kejadian ini sangat membuat saya yang waktu itu masih menjadi maba munyu-munyu menjadi ketakutan. Setelah bingung timbul pikiran yaitu untuk menyiasati agar tidak salah jadwal lagi dengan menunggu penghuni kelas pada keluar.

Mungkin ada yang berfikiran bahwa kenapa tidak minta nomor WhatsApp atau BBMnya. Sayang sekali permirsa dahulu Hp masih merk setia dengan Nokia type 2626. Jadi masih mengandalkan pesan yang kadang orang belum tentu punya pulsa untuk membalasnya. Karena sebagian besar kenalan saya sudah menggunakan Android atau memang saya yang kurang menarik sehingga dicueki.

Setelah menunggu yang tidak cukup lama, manusia-manusia penghuni kelas yang saya pilih mulai bertebaran keluar. Tapi sempat deg-deg'an juga karena tidak melihat satu laki-laki pun ketika keluar dari kelas. Dalam benak saya mikir,"apa ini kelas isinya perempuan semua?' karena dari tadi yang keluar perempuan semua. Sembari mikir juga saya bergegas menuju kelas tersebut untuk menayakan masalah jadwal namun ajaibnya akhirnya ada satu sosok laki-laki dengan muka kalemnya keluar dari kelas. Sekilas saya memandang laki-laki ini seperti jebolan dari suatu pondok. Maka untuk menjaga integritasnya saya memanggilnya dengan,

(Tolong mau ngakak kalau mengingat ini)


"Antum namanya siapa?", tanya saya.

"Saya Faqih, kalau Antum?", jawab Faqih.

"Aan,  Antum kelas ini ya? boleh minta nomornya?", tanya saya.

"Oiya ada jam lagi tidak untuk hari ini?", sambar saya.

"Nanti ada mata kuliah jam 1 siang", jawab Faqih.


Setelah kejadian ini mulailah rasa kesepian berangsur pudar. Pada awalnya Faqih juga mengira hanya dirinya saja yang masuk kelas ini. Lalu ketika saya masuk akhirnya juga munculah laki-laki lainnya yaitu ada Eko, Aji dan Yogi.  Eko orangnya mudah sekali nyablak sehingga saya juga tidak merasa canggung. Kalau Aji adalah laki-laki yang katanya dulu agak mirip-mirip dengan saya. Mereka sih bilangnya begitu padahal saya ini sejujurnya mirip dengan ibu sendiri. Lalu ada Yogi yang merupakan teman yang saya liat sebelum masuk kelas harus ngudut dulu. Nek ora udut ora smile pokok'e

Tapi tetap yang paling membekas adalah bertemu dengan Faqih. Yang mana sekarang kami sudah mengetahui satu sama lain. Saya juga akhirnya jadi salah kira bahwa Faqih bukan santri pondok. Jadi kalau mengingat obrolan pembuka yang saya ucapkan. Malah aslinya bukan merepresentasikan kesehariannya memakai sebutan atau panggilan begitu. Haaa yasudahlah malah kesotoy'an saya sekarang menjadi salah satu cerita yang kalau diingat kembali jadi membuat mringis sendiri.



Belum nemu pantun baru untuk penutup, karena yang ikan hiu makan tomat malah viral duluan.









Related Posts

Post a Comment